Pertahanan dan Keamanan Maritim
Pertahanan maritim adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, ketutuhan wilayah sebuah negara dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara melalui wilayah perairan Indonesia
Pengelolaan
pertahanan maritim merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpacu
untuk merencanakan, mengelola, menafaatkan dan mengembangkan potensi sumber
daya maritim dalam rangka meningkatkan ketahanan nasional.
Keamanan maritim
adalah langkah-langkah yang diambil oleh pemilik, operator, administrator
kapal, fasilitas pelabuhan, instalasi lepas pantai, serta organisasi kelautan
untuk melindungi wilayah laut dari pembajakan, sabotase, penyitaan, pencurian
dan gangguan lainnya.
A. Batas Maritim
Terminologi yang digunakan dengan
batas-batas maritim dan yuridiksi negara yaitu:
1. Batas laut teritorial (Teritorial Sea)
2. Batas zona tambahan (Contigpus Zone)
3. Batas zona ekonomi eksklusif (Eclusive Economic Zone)
4. Batas landasan kontinen (Continental Shelf)
1. Laut Teritorial
- Diukur <12 mill laut dari garis pangkal pulau
- Batas kedaulatannya penuh (sovereignty) atas udara, dasar laut dan tanah dibawahnya.
- Batas teritorial dengan negara tetangga yaitu; Malaysia dan Singapura
2. Zona Ekonomi Eksklusif
- Minimal 200 mill laut dari garis pangkal pulau
- Hak berdaulat (sovereign rights) untuk eksplorasi, eksploitasi, dan konferensi SDA terutama perikanan
- Kapal asing bebas lewat tapi pemanfaatan sesuai izin indonesia
- Batas ZEE dengan negara tetangga yaitu; Filipina dan Australia
3. Landasan Kontinen
- Maksimal 200 mill dari garis pangkal pulau, berupa dasar laut dan tanah dibawahnya diluat laut teritorial
- Hak berdaulat (sovereign rights) eksplorasi dan eksploitasi sumber kekayaan mineral
- Kapal asing bebas lewat tetapi pemanfaatan landasan kontinen sesuai izin indonesia
- Batasan landasan kontinen dengan negara tetangga yaitu; India, Thailand, Malaysia, Vietnam, Australia dan Papua Nugini
4. Batas zona tambahan
Laut yang terletak pada sisi luar
garis pangkal dan tidak melebihi dari 24 mill laut dari garis pangkal. Dizona
tambahan ini kekuasaan negara terbatas untuk mencegah pelanggaran-pelanggaran
bea cukai, fiksal, imigrasi dan perikanan.
B. Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI)
ALKI merupakan alur laut yang di
tetapkan sebagai alur untuk pelaksanaan hak lintas alur laut kepulauan
berdasarkan konferensi hukum laut internasional. Alur ini merupakan alur untuk
pelayaran dan penerbangan yang dapat dimanfaatkan oleh kapal atau pesawat udara
asing diatas laut tersebut untuk dilaksanakan pelayaran dan penerbangan damai
dengan cara normal. Penepatan ALKI dimaksudkan agar pelayaran dan penerbangan
internasional dapat terselenggara terus menerus, langsung dan secepat mungkin
serta tidak terhalang oleh ruang perairan dan udara teritorial indonesia. ALKI
ditetapkan untuk menghubungkan dua perairan bebas yaitu Samudra Hindia dan
Samudra Pasifik. Semua kapal dan pesawat udara asing yang mau melintas diudara
atau ke selatan harus melalui ALKI.
- ALKI I melintasi laut Cina Selatan, Selat Karimata, Laut Jawa, Selat
Sunda, Samudra Hindia.
- ALKI II melintasi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Laut Flores, Selat
Lombok
- ALKI III melintasi Samudra Pasifik, laut Maluku, Laut Seram, Laut
Banda, Selat Ombai, Laut Sawi, Samudra Hindia.
C. Hak dan Kewajiban Kapal Asing Melintasi ALKI
Diatur dalam PP No 37 Tahun 2002, hak
dan kewajiban kapa lasing ketika melintasi ALKI sebagai berikut:
1. Melintas secepatnya dengan cara normal, yaitu secara terus-menerus,
langsung, cepat, dan tidak terhalang.
2. Tidak boleh menyimpang lebih dari 25 (dua puluh lima) mil laut ke
arah kedua sisi dari garis sumbu ALKI.
3. Tidak boleh berlayar dekat pantai. Dengan ketentuan tidak boleh
kurang dari 10 persen (sepuluh per seratus) dari jarak antara titik-titik
terdekat pada pulau-pulau yang berbatasan dengan ALKI.
4. Tidak boleh melakukan ancaman atau menggunakan kekerasan terhadap
kedaulatan, keutuhan wilayah, atau kemerdekaan politik Republik Indonesia, atau
dengan cara lain apapun yang melanggar asas-asas Hukum Internasional yang
terdapat dalam Piagam PBB.
5. Untuk kapal perang asing, tidak boleh melakukan latihan perang atau
latihan menggunakan senjata apapun yang beramunisi. Kapal selam asing dan
kendaraan bawah air lainnya wajib berlayar di permukaan dan memperlihatkan
bendera kebangsaannya.
6. Tidak boleh berhenti atau berlabuh jangkar atau mondar- mandir.
Kecuali dalam keadaan force majeure atau dalam keadaan musibah atau sedang
memberikan pertolongan kepada orang atau kapal yang sedang dmusibah.
7. Tidak boleh melakukan siaran gelap atau melakukan gangguan terhadap
sistem telekomunikasi.
8. Tidak boleh melakukan komunikasi langsung dengan orang atau kelompok
orang yang tidak berwenang di dalam wilayah Indonesia.
9. Kapal asing, termasuk kapal riset atau survey hidrografi, tidak boleh
melakukan kegiatan riset kelautan atau survey hidrografi, baik menggunakan
peralatan deteksi maupun peralatan pengambil contoh, kecuali telah memperoleh
izin untuk hal itu.
10. Kapal asing, termasuk kapal penangkap ikan, tidak boleh melakukan
kegiatan perikanan dan wajib menyimpan peralatan penangkap ikannya ke dalam
palka.
11. Tidak boleh menaikkan ke atas kapal atau menurunkan dari kapal,
orang, barang atau mata uang dengan cara yang bertentangan dengan aturan
kepabeanan, keimigrasian, fiskal, dan kesehatan, kecuali dalam keadaan force
majeure atau dalam keadaan musibah.
12. Wajib menaati peraturan, prosedur, dan praktek internasional
mengenai keselamatan pelayaran yang diterima secara umum, termasuk peraturan
tentang pencegahan tubrukan kapal di laut (COLREGs 1972)
13. Wajib mematuhi pengaturan Skema Pemisah Lintas (TSS) yang ada.
Indonesia sudah menerapkan TSS pada bagian ALKI tertentu, yaitu Selat Sunda dan
Selat Lombok.
14. Tidak boleh menimbulkan gangguan atau kerusakan pada sarana atau
fasilitas navigasi serta kabel dan pipa bawah air.
15. Tidak boleh berlayar terlalu dekat dengan zona terlarang yang
lebamya 500 (lima ratus) meter di sekeliling instalasi eksplorasi atau
eksploitasi sumber daya alam hayati atau non hayati.
16. Dilarang membuang minyak, limbah minyak, dan bahan perusak lainnya
ke dalam lingkungan laut, dan atau melakukan kegiatan yang bertentangan dengan
MARPOL. Termasuk dilarang melakukan dumping di Perairan Indonesia.
Komentar
Posting Komentar